Suatu ketika yang saya dimana saya harus “terpaksa” alfa mengikuti progrem reguler Jumat Bersih, Mapala Cadas.Com---menurut versi saya. Menjadi babak baru bagi saya, ketika wajah garang Ka.Dept Lingkungan Hidup Mapala Cadas.Com tidak sesejuk biasannya.
Seleintingan-selentingan
yang kurang mengenakkan mulai digulirkan, apalagi kalau bukan ketika masuk
dalam progres pembahasan Jumber dalam evaluasi badan Pengurus Mapala Cadas.Com
Sebagai anggota aktif Mapala
Cadas.Com sudah sewajibnya mengikuti program yang kini sudah bisa menyasar ke
seluruh area kampus. Bagi yang tidak harus menerima konsekuensi yang
mengenenakkan bagi saya yakni membuat paper
atau tulisan mengenai lingkungan hidp
Oh ya, sebelumnya Jumat
Bersih sendiri merupakan suatu program yang dimana atas partisipasi seluruh
anggota aktif saling berkerja sama untuk membersihkan lingkungan kampus dan sekitarnya
rutin pada hari Jumat.
Dalam pelaksanannya
kegiatan ini juga kerap mengajak mahasiswa dan para civitas akademika untuk
bersama menjaga dan tidak hanya membersihkan lingkungan sekitar. Dan imbas dari
Jumber itu pada tahun ini Mapala Cadas.Com sendiri dipercaya untuk bertanggung
jawab penuh terhadap keberlangsungan lingkungan hidup STT Migas maupun
pelestariannya. He-he.
Semanusiawi mungkin saya
mencoba untuk memahami ketelelodaran saya, karena diare dan maag ysaya
tiba-tiba kumat, sampai-sampai tidak hadir dalam Jumber., Saya pun harus
menerima konsekuensi ini, di satu sisi pun tersirat bahwasanya tidak ada satu
orang pun yang bebas sanksi dalam dunia ini, hehe kalau kata bubuhannya---sebutan
bagi sekelompk orang dari komunitas Banjar, tidak ada sertifikat anti-sanksi disini
atau sertifikat anti-bohong.
Ketika sebuah kesepakatan
telah dijalankan, siapapun harus mematuhinya. Itu maknanya, berbicara hal
tersebut sesulit apapun peraturan yang sudah dibuat, juga harus diberengi
dengan penegakannya.
Bicara soal Jumat Bersih
itu sendiri, ketergantungan serta budaya antipati yang menjangkit mahasiswa baru
STT Migas terhadap lingkungan sekitar harus perlu dirubah. Tidak bisa
dipungkiri kalau selama ini kita hanya terpaku dengan proses pembelajaran di
bangku kulah, namun tidak serta merta memperdulikan keberlangsungan lingkungan
hidup sekitar.
Yang menjadi trend di kalangan
mahaiswa ini ialah budaya merokok. Rasanya
kurang keren selama menjadi mahasiswa
tidak merokok. Saya pun demikian, tapi bukan
karena ikut-ikutan melainkan lebih ingin menjadi warga negara yang
produktif. Produktif membakar uang saya
untuk turut serta menyumbang pemasukan negara ini yang sebagian besar berasal cukai
dan pajak rokok. He-he.
Merokok boleh-boleh saja,
karena tidak ada aturan yang melarang hal tersebut, tapi apa kita selama ini apa
kita tahu, bahwa proses penguraian dari sebuah putung rokok yang dihasilkan
jika tidak dibuang pada tempatnya menghasilkan dampak yang cukup signifikan
bagi pencemaran lingkungan hidup baik tanah maupun air.
Proses tak hanya itu,
selain proses penguraian yang terbilang lama, bahaya dari kandungan kimiawi
yang terdapat pada sisa rokok dapat mencemarkan udara serta menurunkan kualitas
lingkunga sekitar.
Menurut dari beberapa
referensi yang saya dapatkan, butuh waktu selama 1-10 tahun untuk proses
penguraian putung itu sendiri. Bahkan selama ini puntung juga dikaitkan dengan
permasalahan yang cukup kompleks, mulai dari penyebab Banjir maupun penyebab
bencana alam yang berasal dari filter puntung yang terkenal sangat beracun
itu.
Bahkan puntung bisa
bertahan selama 15 tahun dilaut yang merupakan muara pembuangan terakhir. Dan
dari fakta yang ditemui di lapangan selama pelaksanaan Jumber 6 Bulan ini,
Puntung Rokok menjadi sampah yang sangat mendominasi dari 38 jenis sampah yang
ada di kampus merah, baik ketika masih di Gunung Pasir, Jalan Brigjend Ery
Suparjan atau sekarang di Km 8, Jalan Soekarno-Hatta.
Dari beberapa informasi
yang saya dapatkan untuk puntung rokok sendiri juga menghasilkan manfaat. Bagian bagian yang berkomposisikan silinder kertas berukuran panjang antara 70 hingga
120 mm (menyesuaikan) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun tembakau dan busa bisa dimanfaatkan untuk bahan dar ulang dan
kerajinan tangan.
Seperti pemanfaatan busa puntung rokok yang dijadikan busa
untuk Bantal oleh sebagian industri rumah tangga dan sebagainya.
Padahal, filter yang berasal dari puntung
ini sendiri pun di China, ditemui bahwa sembilan zat kimia yang berasal dari
puntung sendiri bisa digunakan untuk melindungi pipa-pipa agar tidak berkarat.
Namun lagi-lagi fakta cukup mencenangkan bagi saya, didapat
data dari blog http://www.hdindonesia.com,
diperkirakan kalau produksi rokok di Indonesia untuk tahun 2009 akan
mencapai 240 milyar batang. Sebagai gambaran, produksi total rokok dunia pada
tahun 2004 saja sudah mencapai 5.5 triliun rokok atau kira-kira 10.5 juta rokok
per menit.
Bila volume setiap 20 buah puntung rokok adalah 10 ml maka volume
total untuk 5.5 triliun puntung rokok adalah 2,750,000,000 liter. Volume
sebanyak ini akan mengisi penuh sekitar 1,100 kolam renang ukuran olimpiade.
Bayangkan, itu hanya puntungnya!
Yayasan No Butts
About It yang berlokasi
Amerika Serikat memperkirakan bahwa 80% puntung rokok yang dibuang masuk ke
dalam saluran got, sistem air, sungai, lalu berakhir di laut.
Untuk Indonesia sendiri, berdasarkan data konsumsi sebanyak 240
milyar rokok, maka puntung rokok yang dihasilkan setiap tahunnya adalah
sebanyak 48 kolam renang.
Wow, cukup lama
ternyata, cukup untuk membuat hari-hari
kita diisi dengan keluhan, mengingat dampak ekologi yang dirasakan di kemudian
hari.
Karena berbicara dampak sampai
saat ini saya pun kerap kerepotan, untuk menulis sebuah tulisan ini saya pun
perlu menghabiskan beberapa batang rokok, belum lagi karena sampai sekarang saya juga belum mempunyai kantong khusus untuk membuang
puntung rokok, seperti yang dimiliki oleh Kebo. Hingga kerap kerepotan untuk mengeluarkan
puntung-puntung yang berserakan di setiap kantong baju dan celana saya ketika
mencuci pakaian.
Memang menjadi perokok
tidak salah, namun jika sudah menimbulkan banyak kerugian bagi lingkungan dan
orang terdekat, terlepas dari kewajiban sebagai warga negara yang baik, mengkaji
kembali keputusan untuk
tetap memilih menjadi perokok pun tidak ada salahnya..
Sekiranya dapat “sedikit”
dikurangi, namun tidak untuk dihentikkan, he-he Salam Lestari!!!
Created : Tirus
(NTA.CC.05.11.043)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar