PAGI tadi,
saat matahari mulai imut-imutnya. Memori otak tiba-tiba memutar kembali
perayaan Milad Cadas beberapa waktu lalu. Sambil menunggu istri tersayang
pulang dari pasar, iseng-iseng mengambil laptop. Hasilnya, sedikit coretan
seperti di bawah ini.
Milad ke-7 Cadas.Com, 3 Maret lalu, memberikan kesan
tersendiri bagi saya. Perayaan sederhana dengan potongan tumpeng itu membuat
saya semakin sadar kalau sudah tua diusia muda.
Ya, kesibukan anggota lain dan faktor cuaca saat itu,
membuat saya satu-satunya senior yang sempat datang. Bahkan, karena dianggap
paling senior plakat untuk Angkatan I ingin diberikan kepada saya, sebagai
perwakilan. Tawaran yang terpaksa saya tolak, karena memang tak berhak.
Semakin terasa tua, sebab saat itu saya datang bersama istri
dan buah hati. Istri yang merupakan anggota tercantik Cadas.
Datang ketika acara hampir kelar, untuk pertama kalinya
badan saya tidak dibalut seragam kebesaran Cadas, ketika merayakan hari lahir
organisasi terbesar di Kampus Merah.
Tak terasa sudah banyak yang dilalui sejak saya “dilahirkan”
akhir 2007 lalu, saat Cadas belum genap setahun. Mengingat momen milad itu,
sering kali bibir saya merekah. Membayangkan pertama kali mendaftar,
pendidikan, hingga menjadi pengurus.
Di organisasi inilah saya mendapat banyak hal. Lebih dari
mendapat keluarga baru. Di Cadas saya bisa “bicara”. Di organisasi yang sudah
berganti enam ketua umum ini saya
mendapat jalan untuk bekerja, bahkan istri (dikalangan sebagian anggota mapala,
ini disebut memancing di kolam sendiri. Hahaha).
Seperti yang saya katakan di atas, tulang rusuk saya adalah
anggota Cadas. Angkatan IV yang juga mantan kepala Divisi Rock Climbing. Bukan
hanya menikahi anggotanya, mas kawin pernikahan pun dibentuk seperti lambang
Cadas. Mantap lok.
Dulu, pertama kali dipercaya memimpin rapat, saya kagok.
Jangankan memimpin, membuka rapat saja saya bingung. Setelah berproses, saya
kerap dipercaya menjadi utusan untuk menghadiri forum. Baik skala lokal
Balikpapan, Kaltim, maupun nasional.
Sudah banyak yang diberikan Cadas kepada saya, tak sebanding
dengan apa yang saya berikan. Sedikit lebay memang, tapi itulah kenyataannya.
Ingin sekali menuangkan pengalaman bersama organisasi ke
dalam tulisan ini, tapi malu rasanya. Saya memang pemalu, dan saya yakin orang
yang mengenali saya akan membantah pernyataan tersebut.
Malu dengan Kebo yang menulis pengalamannya ketika mendaki
Gunung Melihat. Pengalaman bagi yang membacanya akan terharu sekaligus bangga.
Malu dengan senior-senior, Beny, Kuri, Tama, Zuiz, Fitri dll, yang berjuang
dari awal untuk organisasi yang dianggap sebelah mata pihak kampus.
Alasan
lainnya, istri sudah mau kembali dari pasar. Sebagai suami yang baik, tidak
enak rasanya membiarkan jari terus bernari di keyboard laptop. Takut nanti
malam disuruh tidur sama laptop.
Seperti kata pepatah, Setiap Orang ada Masanya dan Setiap
Masa ada Orangnya. Sekarang bukan lagi masa saya. Cadas kini ada di tangan
orang muda dan anggota muda yang saya yakin bisa berbuat lebih di tengah
kekurangan. Sekarang saatnya lebih banyak menyimak dan memerhatikan.
*Ganteng Imut Banget
NTA.CC.02.08.021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar