Kamis, 26 September 2013

Aksi Baksos, Gelar Penggalangan Dana

BALIKPAPAN- Mahasiswa Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Balikpapan, Kamis (26/9) sore, melakukan penyerahan bantuan kepada korban kebakaran pemukiman atas air Kelurahan Baru Ulu, Balikpapan Barat, Senin (23/9) lalu.

Selain itu, kedatangan Mahasiswa STT Migas yang terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Carmine Delta Adventurers Community (Cadas.com) bertujuan untuk memberikan dukungan moril kepada Syaiful, mahasiswa jurusan Teknik Industri 2012 STT Migas Balikpapan yang rumahnya turut menjadi korban musibah itu. 

Jumat, 20 September 2013

Enggang: Endemisme Borneo Yang Kian Terancam


Semakin meningkatnya aktifitas penebangan hutan yang berujung meluasnya pembukaan lahan, membuat keberadaan endemik khas Kalimantan kian terancam. Kalimantan Timur merupakan sebuah provinsi di Indonesia memiliki luas total 129.066,64 km², yang membuatnya menjadi provinsi terluas kedua di Indonesia. Begitu luasnya daerah Kaltim, banyak pula ragam flora dan fauna yang ada di dalamnya. Salah satunya yaitu burung Rangkong atau Enggang.

Namun sungguh sangat di sayangkan, belakangan ditemukan endemik Indonesia ini sudah masuk daftar burung langka dunia dan lebih miris lagi ketika diniagakan secara bebas.

Terkait itu, Indonesia menetapkan bahwa burung enggang merupakan fauna yang harus dilindungi. Perburuan enggang masih marak dilakukan oleh orang tak beradap akhir – akhir ini.  Mereka memburu burung ini hanya untuk mengambil paruhnya saja.

Dan paruh burung ini lah yang di perjual belikan hingga ke negeri China dan Malaysia untuk dijadikan sebuah hiasan. Tak tanggung – tanggung untuk satu paruh enggang di hargai hingga empat juta rupiah.  
Seperti apa yang dijelaskan oleh kawan saya, menurut dari apa yang dilihat dengan mata kepalanya saat mengunjungi sebuah event lokal di Balikpapan.

Dengan sedikit rasa ingin tahu, diirinya melihat sedikitnya ditemukan dua kepala burung enggan lengkap dengan paruhnya bebas diperjualbelikan di salah satu stan Cinderamata.

“Harga per buahnya bisa mencapai Rp 1 juta. Kalau beli sekaligus dua bisa di nego,” katanya perempuan berumur seperempat abad itu. Dijelaskan oleh si penjual, kedua enggang tersebut biasa di gunakan untuk cinderamata maupun hiasan dinding yang cukup laris terjual.

“Kalau sebagian orang suku Dayak biasa menjadikannya hiasan topi, itu (Kepala enggang) dapat dari hulu sungai Mahakam, enggang ini sudah mati ketika saya temukan, “ kilah si penjual di event yang di adakan pada Februari silam.

Namun sayang ketika ingin kembali pada keeskoan harinya guna mendokumentasikan temuan hal ini, stand beserta kepala burung maupun penjualnya pun sudah lenyap. Entah faktor kesadaran ataupun si penjual sudah mengetahui bahwa meniagakan kepala satwa yang dilindungi ini akan dipersoalkan.

Dikonfirmasi soal ini, tak satupun petugas dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III Kalimantan Timur memberikan pernyataan normatif.  Salah seorang petugas menerangkan, negara tidak diam begitu saja, bagi pelaku yang memperniagakan bagian – bagian dari satwa yang dilindungi itu dekenai pasal 21 ayat (2) huruf d Jo pasal 40 ayat (2) undang –undang no 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Terlepas dari itu, endemisme dalam ekologi adalah gejala yang dialami oleh organisme untuk menjadi unik pada satu lokasi geografi tertentu, seperti pulau, lungkang (niche), negara, atau zona ekologi tertentu
Sedikit pengetahuan, burung enggang (dalam bahasa inggris yaitu Hornbill) adalah jenis burung yang mempunyai paruh berbentuk tanduk lembu tetapi tanpa lingkaran, yang dalam bahasa ilmiahnya adalah BucerotidaeAda sekitar 57 spesies dalam keluarga burung ini 14 diantaranya endemic Indonesia dan 10 di antaranya endemik Afrika, sebagian lagi endemik Asia, dan sisanya tersebar di wilayah lain.

Sedangkan  yang ada di pulau Kaltim adalah jenis burung enggang gading. Yang merupakan burung enggang terbesar dari pada jenis lainnya. Burung ini memiliki ciri - ciri yaitu ukuran tubuhnya yang besar sekitar 100cm, dengan warna tubuh perpaduan hitam dan putih dan warna paruh perpaduan antara kuning, merah dan jingga. 
Tidak hanya Endemik, bagi masyarakat Kaltim burung enggang sudah menjadi bagian dari sendiri kehidupan mereka, seperti burung garuda bagi Indonesia. Allo atau Ruai, sebutan burung besar ini (dalam bahasa dayak) mempunyai kebiasaan hidup berpasangpasangan.

Selain itu, Enggang juga memiliki cara bertelur yang unik, sang jantan akan membuat lubang ditempat yang tinggi pada sebatang pohon  untuk tempat burung betina bertelur, dan sewaktu mengeram itulah burung betina akan menutup sarangnya dengan dedaunan dan lumpur dengan lubang kecil untuk tempat burung jantan memberikannya makanan.

Diketahui, burung enggang betina akan bertelur dengan jumlah telur sekitar 5 hingga 6 butir telur  dalam sarangnya yang tersembunyi tersebut dan apabila induk dan anaknya tersebut sudah tidak muat lagi dalam sarangnya maka burung betina akan memecahkan sarangnya dan merenovasi lagi sarangnya supaya bisa muat bagi anak mereka. pada beberapa spesis kadang anak anak burung itu sendiri yang merenovasi sarangnya tanpa bantuan induknya.

Sang jantan akan memberi makan dan menjaga pasangannya selama bertelur hingga mendewasakan anak anaknya, tidak hanya sampai disitu tetapi hingga seumur hidupnya pasangan ini akan tetap berpasangan. Dan apabila sang Jantan mati maka si Betina pun juga akan ikut menyusul kepergian si Jantan, begitu pun sebaliknya. karenanya burung ini kerap dijadikan sebagai lambang kesetiaan atau lambang kasih sayang.
Namun bagaimana pun juga predator terkuat dan terhebat adalah Manusia . Dan jika kita tidak ingin disebut predator maka sayangilah semua ciptaan Tuhan yang ada di alam semesta ini selayaknya kita menyayangi diri kita sendiri.

Apakah Enggang atau Rangkong nantinya akan menjadi sebuah legenda dan cerita? Atau nantinya burung ini akan tampil didalam foto dan video saja? Apa itu yang akan kita beri untuk generasi kita nanti? Itu semua ada ditangan kita, karena Manusia-lah yang diciptakan Tuhan memiliki kesempurnaan dari makhluk lainnya. 

Oleh : Kimut (NTA.CC.04.10.036)










Rabu, 18 September 2013

Mengkhidmati Upacara Kemerdekaan di Puncak Jawa Barat

Banyaknya Peninggalan Bersejarah Menjadi Daya Tarik Tersendiri


Bermacam cara dilakukan dalam memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia.   Lebih khidmat rasanya, saat memilih melakukan upacara di tengah alam bebas ataupun di puncak tertinggi seperti di gunung,  khas Pencinta Alam.

Perayaan 17-an, kali ini saya memilih mendaki Gunung Ciremai yang berada di Desa Manislor, Kuningan Jawa Barat. Dengan banyaknya cerita masyarakat terkait keberadaan gunung ini, seperti  keberadaan tempat bersejarah saat Perundingan Linggarjati, Condang Amis, serta Batu Lingga  sebagai tempat beristirahatnya Wali Songo yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendaki.

Untuk Apa Peduli Lingkungan?

Kondisi Lingkungan dan Sikap Apatis yang Biasa Terjadi


Berbicara kondisi lingkungan dan alam yang ada di Kalimantan sekarang, tentu dihadapakan kepada permasalahan lingkungan yang kian kompleks.
Mau tidak mau, kita sendiri yang harus di paksa untuk pro aktif untuk dapat terjun langsung pada persoalan lingkungan hidup yang ada.

Mengambil contoh, dalam skala kecil atau mungkin sebuah perguruan tinggi, terkait  dengan kondisi lingkungan sekitar, setidaknya dibutuhkan proses pendidikan dan pembelajaran kampus yang berkaitan dengan alam dan lingkungan sekitar di luar jam kuliah.

Mungkin, dengan sedikit landasan moral dan gairah berbasis lingkungan, para mahasiswa setidaknya mengesampingkan ketergantungan akan kebersihan lingkungan yang menjadi tanggung jawab petugas dan perangkat kampus saja.

Minggu, 08 September 2013

Pencinta atau Pecinta

Seiring perkembangan sosial media, saya sering memperhatikan tulisan dan status yang beredar  di jejaring sosial. Ada yang menulis kata ”Pencinta”, maupun “Pecinta”. Meski merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia kata yang menurut saya harus digunakan adalah ”Pencinta”. Secara subjektif, sulit membedakan makna dari dua kata tersebut, hampir sama penyebutannya jika kita dihadapkan dengan beberapa kata seperti “Amblas” dengan “Ambles”,  “Lengang” dengan “Lenggang”, “Runtut” dengan “Runut” dan lain-lain.