TIDAK banyak perempuan yang menjadi pemimpin dalam sebuah
organisasi berbasis pendidikan dan petualangan. Sosok yang satu ini, satu dari
sekian yang menerima tantangan bergumul dengan rutinitas garang.
Sisi lembut sebagai perempuan
kerap dibenturkan dengan kerasnya pergolakan ide dan kreativitas yang berjalan
dalam organisasi yang dipimpinnya. Namun semua proses dinikmati sebagai sebuah
pelajaran.
“Organisasi ini beda.
Kekeluargaan menjadi fondasi penting bagi kami,” sebut Tri Daniah Daniati.
Nilai persaudaraan juga menjadi titik awal ketertarikannya bergabung medio 2010
lalu. Di organisasi ini pula, dia mendapati dinamika kehidupan pondok pesantren
yang dilewati ketika menamatkan SMA Muhammadiyah 2 Al-Mujahidin, Balikpapan.
“Di sini (Mapala) kental akan
itu. Banyak pelajaran, bukan hanya akademis, pelajaran kehidupan juga kami
dapat,” tutur Muyal, begitu dia disapa.
Menjabat sebagai ketua umum
Mapala Carmine Delta Adventurers Community (Cadas.Com) diakuinya menambah
banyak ilmu. Interaksi internal memberinya banyak pesan menjadi pribadi lebih
baik. Naluri kepemimpinannya terus terasah. Komunikasi dan bertemu banyak orang
dan pemikiran memperkaya sudut pandang.
“Kami di sini saling berbagi.
Saling memberi pelajaran dan pesan melalui dinamika proses yang terjadi,” aku
gadis berkerudung ini.
Banyak kegiatan yang telah dia
ikuti selama bergabung. Bahkan 2011 lalu, mahasiswi semester V jurusan Teknik
Perminyakan ini menjadi satu-satunya peserta perempuan dalam kegiatan Sekolah
Petualang Indonesia di Makassar, Sulawesi Selatan.
Selama lima hari, dara manis ini
melakukan perjalanan lintas Gunung Lompobatang-Bawakaraeng yang berakhir di
Maros. Perjalanan yang semakin menumbuhkan kecintaan kepada sekitar. Memahami
budaya dan kehidupan sosial masyarakat.
Salah satu event nasional yang
pernah dia ikuti adalah Temu Wicara dan Kenal Medan (TWKM) Mapala Tingkat
Perguruan Tinggi Se-Indonesia di Bandung, Jawa Barat, 2012 lalu.
Putri ketiga dari pasangan
Sukarjo (alm) dan Sri Dariyanti ini juga menjadi relawan pengajar yang dilakoni
bersama rekan organisasi di SD 008 Kunjung, Desa Busui, Kabupaten Paser.
Pendidikan tentang lingkungan, agama, bahasa Inggris, adalah beberapa poin ilmu
yang coba ditularkan.
“Kami mengajar tidak berpatok
pada sistem pendidikan di sekolah. Lebih kepada sharing. Begitu juga dengan
masyarakat di sana,” ujar gadis yang pernah menyabet peringkat dua Pekan
Olahraga dan Seni Antar-Pondok Pesantren Tingkat Nasional (Porpenas) di
Surabaya, 2010 silam.
“Minimal sebulan sekali kami
bergantian mengunjungi adik-adik di sana membawakan buku-buku bacaan. Juga
kebutuhan lain seperti kertas dan alat menggambar,” tuturnya, menutup pembicaraan.
Oleh: Erik Alfian - Edwin Agustyan
(Edited Felanans Kaltim Post)
Artikelnya Menarik sodara... Sukses Untuk Cadas..
BalasHapusSalam Lestari dari http://www.greempanks.com/
aminnn. terima kasih ya
BalasHapus