Tak perlu
jauh-jauh ke Jawa, Sumatera atau Sulawesi bagi penggiat alam bebas khususnya di
Balikpapan yang hobi mendaki gunung. Sebab di ujung perbatasan Kaltim-Kalsel
terdapat kawasan yang menyimpan potensi keanekaragaman hayati dan budaya Desa
Busui, Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser.
Pada Rabu, (3/9) lalu, empat orang Anggota Muda
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Mapala Cadas.Com STT Migas Balikpapan melakukan
pendakian ke Gunung Meliat (salah satu bagian dari Pegunungan Meratus).
Kegiatan ini
merupakan rangkaian dari Pendidikan Dasar Cinta Alam (PDCA) ke-VIII. Selain
mendaki, para anggota muda dalam organisasi ini juga melakukan pengamatan dan
mendata terkait kekayaan sosial budaya serta keanekaragaman hayati kawasan
sekitaran Gn Meliat tersebut.
Sepanjang
perjalananya memulai perjalanan mereka di bina dan di bekali ilmu perjalanan
dan berkegiatan di alam bebas oleh Divisi Gunung Hutan. Beberapa materi yang
kental dengan aktifitas alam bebas seperti Manajemen Perjalanan, Navigasi
Darat, Mountenering Resque dan Survival (Cara bertahan hidup di alam bebas).
Persiapan fisik individu maupun kelompok turut tak tertinggal.
Diketahui, sesuai pendataan ketinggian terakhir, gunung
ini “hanya” memiliki ketinggian 777 MDPL (Bakorsutanal 1991). Meski begitu,
setiap melakukan pendakian di gunung ini, dijamin akan mempunyai pengalaman
yang tidak didapatkan di gunung-gunung lainnya.
Medan terjal
yang di penuhi batu-batuan cadas, kerapatan vegetasi di sepanjang jalan akan
mudah ditemui sebelum mencapai puncak gunung tersebut. Hal itu merupakan bagian
daripada ciri khas bentang alam hutan Kalimantan yang tidak ditemui di daerah
lain.
Dalam beberapa
kesempatan pun, kami sempat mengajak teman sesama mahasiswa dari daerah lain
seperti Sulawesi Tengah, Utara, Jawa dan berbagai daerah lainnya. Kesan yang
keluar pun sama, Meliat tidak bisa disamakan dengan gunung lainnya.
Hingga sepulang
dari gunung ini kami membawa pesan bagi para penggiat alam bebas yang ada di
kota Balikpapan. Sebelum mendaki lebih jauh, alangkah baiknya mendaki gunung
terdekat dulu. Sebab selain mengenalkan
potensi keanekaragaman budaya dan hayati kawasan tersebut, tentu kita bisa ikut memelihara, menjaga
kekayaan budaya serta kelestarian lingkungan sekitar daerah kita.
Mengajar di SDN 008 Desa Busui
Menyandang
status mahasiswa tentu mempunyai beban moral tersendiri. Apalagi, ketika
berkunjung ke daerah yang terbilang jauh dari hiruk pikuk kota, modernisasi
serta kemajuan teknologinya. Menjadi kewajiban tentunya untuk membagi
pengetahuan yang ada.
Hal itulah yang
menjadi tradisi Mapala Cadas.Com setiap melakukan pendakian untuk mengajar di
sekolah dasar di kawasan setempat. Bagaimana tidak, keadaan disana cukup
memperhatinkan.
Satu kelompok
belajar hanya diisi oleh beberapa siswa saja. Kelas 1 diisi oleh 8 orang sementara
untuk kelas 2 hanya diisi oleh 10 orang saja. Ya, di SDN 008 Kunjung namanya
hanya terdapat dua kelas saja.
Hal itu
disebabkan oleh minimnya dana untuk membangun sarana dan prasarana berserta
infrastruktur sekolah.
Sehingga bagi
siswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke kelas berikutnya yakni kelas 3
hingga selesai hanya bisa melanjut di
desa sebelah yakni di Desa Serakit. Jarak yang harus ditempuh untuk menuju desa
tetangga terbilang cukup jauh atau sekitar 1 jam dari Desa Busui. Itu pun dapat
dilakukan dengan menumpang bus perusahaan maupun menumpang kendaraan yang
lewat. Tak sedikit insiden yang terjadi hingga menimbulkan korban dari cara
tersebut.
“Pas lagi mau
berangkat sekolah, mau berhentikan mobil pernah ada anak yang meninggal. Dari
sana setelah selesai dari kelas 2 banyak warga sini yang enggan atau takut
melanjutkan anaknya sekolah,” kata guru SDN 008 Desa Busui.
Terlebih tenaga
pengajar hanya ada dua guru. Itupun guru kirimin yang hanya mengajar agama
islam. “Dulu sempat ada kepala sekolah,
Cuma rencana sekolah ini mau di besarin. Namun terkendala oleh minim dana, “
kata Resom, tokoh adat setempat.
Selain mengajar
dalam beberapa kesempatan kami pun sempat membagikan buku-buku hasil sumbangan
dari masyarakat kota Balikpapan.
Mulai dari Ngompreng sampai numpang dirumah warga (Akses)
Perjalanan
dimulai dari sekretariat Mapala Cadas.Com di Jalan Soekarno Hatta, KM 8 STT
Migas, menuju Pelabuhan Ferry Kariangau, Sesampainya disana tim lansung
membeli tiket untuk menyebrang ke
Penajam Paser Utara (PPU).
Perjalanan
diatas ferry memakan waktu kurang lebih 2 jam sengaja dipilih menyebrang
menggunakan ferry karena dianggap lebih muda untuk menemukan mobil Tumpangan
yang sering kami sebut “omprengan”. Walau hanya sampai kawasan Petung PPU. Kami
bertukar omprengan lagi yang
membawa kami lansung di Desa Busui yang
merupakan kaki Gunung Meliat.
Oh ya, sebelum
sampai di kaki Gn Meliat, di daerah Batu kajang, sekitar 15 kilo meter dari
Desa Busui- kami harus menyerahkan surat laporan kegiatan dan surat tugas
sebagai izin ke Polsek Batu Kajang.
Jarum jam sudah
menunjukan pukul 21.00, tim tak juga menemukan tumpangan, untuk itu pun kami
memutuskan untuk menginap di teras rumah milik warga setempat,
Setelah
memperoleh izin untuk menginap kami lansung melakukan Cleaning teras rumah
untuk dijadikan tempat kami beristirahat, bukan hanya itu beliau juga
menyiapkan minuman untuk kami, setelah proses pembersihan selesai kami lansung melakukan
evaluasi dari kegiatan seharian serta brefing untuk agenda besok, lalu tidur.
Trek yang Ekstrem
Pendakian dimuali
dari rumah milik Kai Resom, kepala adat Desa Busui, sekitar pukul sembilan,
sesampainya di pinggir sungai yang berjarak sekitar 50 meter dari rumah kai,
kami lansung melakukan Orientasi Medan (Ormed) untuk menentukan posisi kita di
peta serta jalur yang akan kita lewati, begitu selesai kami menyebrang sungai yang kebetulan debit airnya tidak
terlalu tinggi sehingga tidak memakan waktu lama untuk menyebrang. Disini kami
mengaplikasikan tekniik penyebrangan basah yang di dapatkan sebelumnya.
Tim melakukan
perjalanan dengan melawati trek yang naik turun baik bukit ataupun berupa
tebing serta pohon-pohon kecil yang cukup rimbun, beberapa pohon yang cukup
besar memiliki ketinggian kurang lebih 15-20 meter, serta melewati hutan bambu.
Tak kurang dari 4 pos yang kami lewati sebelum mencapai Puncak Sejati Gn Meliat
ini.
Di beberapa
pos, kami menemukan hewan-hewan seperti, Tikus Hutan, Semut marabunta, dan
Binatang seperti Burung Enggang dan Monyet Ua Ua, yang lewat diatas pohon
tempat kami membangun camp. Tumbuhan disini pun sangat rapat dan berukuran
Besar, pohon yang besar memiliki
ketinggian sekitar 40-50 meter dan Diameter rata-rata kurang lebih 70 cm, serta
pepohonan kecil yang Rimbun.
Selain itu, tim
juga menemukan sehelai bulu yang di perkirakan merupakan bulu Burung Enggang,
yang berada dibawah sebuah pohon yang berukuran besar dengan perkiraan
ketinggian 50-60 meter, dan diameter 90-100 cm serta pepohan yang berukuran
sedang dan kecil.
Created
: Mayan (NIM : 13.01.241)
Edited
: Tirus (NTA.CC.05.11.043)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar