12
tahun di negeri rantau, akhirnya saya lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) di sebuah
pulau di ujung utara kalimantan. Reno sapaan saya semasa duduk di
bangku sekolah, sebuah doa yang sampai sekarang tidak pernah saya pahami
artinya.
Tidak pernah terpikirkan setelah lulus nanti apa yang harus saya lakukan
di dunia luar yang katanya tidak seluas daun kelor. Hari-hari saya lalui begitu
saja tanpa memikirkan kemana nantinya akan berpijak hingga pada suatu hari saya
berfikir untuk membuang diri ke dunia luar.
Saya memutuskan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi namun sama sekali
belum tau kemana seharusnya melangkahkan, saran demi saran saya dapati yang kemudian mencetuskan sebuah pilihan yakni “Balikpapan”.
Selama 12 tahun akhirnya saya bisa keluar dari pulau itu untuk memulai
menarik garis dari sebuah titik, hari itu saya berangkat tepat setelah Shalat Ashar dengan pengharapan ketika kembali bisa menjadi lebih baik.
Setelah tiba di kota selicin minyak, saya bertemu dengan sanak keluarga yang
seumur lahir belum pernah bertemu sebelumnya, saya di saran kan untuk
melanjutkan kuliah di sebuah kampus yang berbasis perminyakan. Itu dengan
iming-iming sukses, kelak.
Melalui beberapa tahap seleksi akhirnya saya di terima kuliah di sana. Hal
yang menakut kan di kampus itu bukan lah masa orientasi atau biasa disebut
Ospek atau semacamnya di zaman itu.
Melainkan sebuah ruangan di lantai 3 yang
apabila saya menuju ke sana cukup membuat tubuh saya bergetar. Sekretariat Mapala Cadas.Com.
Namun, setelah selang beberapa waktu saya memutuskan untuk bergabung ke sebuah
organisasi intra kampus tersebut yang sebenarnya tidak saya mengerti pada
saat itu. Kisah panjang saya berawal dari organisasi ini.
Saya hanya berpegang
teguh pada sebuah kata yaitu “Pasti”. Yah, hanya itu yang menolong saya untuk
dapat bergabung di karenakan pada saat itu tidak ada hal menunjang yang saya
punya ketika di tanyakan kenapa ingin bergabung.
Tahap demi tahap seleleksi saya ikuti hingga pada akhirnya saya diterima
bersama dengan 10 saudara saya yang lainnya,saking dekat dan akrabnya saya
tidak bisa mendeskripsikan bagaimana karakter mereka yang jelasnya kami
menanamkan satu keyakinan akan saling merangkul satu sama lain,
”Ketika terjadi pertikaian di pagi hari maka saat sanset sudah akur dan
ketika terjadi pertikaian di malam hari maka saat sunrise sudah akur.”
Kurang lebih seperti itulah doa yang akhirnya saya tuliskan. Hingga pada saat itu ketika saya melangkah menuju lantai 3 tubuh saya sudah
tidak bergetar lagi karena hal yang saya takuti ternyata adalah surga yang
menyelinap kedalam ruangan kecil.
Kenangan kami sangat banyak di sana hingga pada saat kampus kami
pindah ke lokasi pinggiran kota balikpapan, dan karena hal itulah saya
menyempatkan menulis 7 millimeter dari sekian panjangnya garis yang telah saya
lalui.
Jangan pernah melihat hanya dari luar...
Jangan pernah takut untuk tercebur sekalipun harus tercebur ke lumpur...
Cara terbaik untuk melawan ketakutan bukanlah melawannya melaikan
mendekatinnya...
Created : Lipan
Kc (NTA.CC.07.14.050)
Edited : Tirus (NTA.CC.05.11.043)
mantap..ayo yang lain mana tulisannya..
BalasHapus