Gua.
Surga bawah tanah yang dibentuk oleh sang Pencipta dengan bermacam
keindahannya.
Rasa
penat masih tersisa ketika saya sampai di Sekretariat Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala)
Carmine Delta Adventurer’s Community (Cadas.Com) Setelah 1 minggu mendampingi
kegiatan Bakti Sosial Anggota Muda. Gelap yang tak dapat
dibendung dan hawa yang dingin masih menyelimuti tempat yang sudah saya
anggap sebagai rumah itu.
Terkejut
rasanya ketika mendapat kabar dari salah seorang senior yang
kerap saya sapa “Bang Cicak” untuk bersiap-siap mengikuti kegiatan
Kursus Dasar Kursus Lajutan (KDKL) Penelusuran Gua dan Lingkungan Sekitarnya di Ciamis, Jawa Barat. Penunjukan
saya sebagai delegasi untuk kegiatan tersebut terbilang mendadak. Ternyata calon
peserta yang akan didelegasikan tidak mendapat izin dari orangtuanya.
Rasa
senang bercampur bingung merasuki pikiran saya. Bagaimana
tidak, ini adalah kali pertama saya berangkat mengikuti kegiatan sendirian. Di tempat yang belum pernah
saya singgahi serta teman - teman Mapala dari luar pulau Kalimantan yang belum pernah saya temui sebelumnya. Tapi ilmu baru yang akan saya dapatkan pada pelatihan
nanti menjadi motivasi saya untuk berangkat mengikuti kegiatan ini.
Saya mulai mempersiapkan perlengkapan yang ada di sekretariat sampai dengan tiket keberangkatan pesawat untuk keesokan harinya. Ternyata alat yang tersedia di sekretariat masih belum lengkap. Dengan usaha semaksimal mungkin saya mencoba melengkapi alat yang saya butuhkan, sampai-sampai satpam kampus yang sedang berjaga pada saat itu (pukul 03.00 Wita) saya datangi untuk sekedar meminjam sepatu boat. Pagi harinya saya menghubungi panitia pelaksana dan menceritakan kendala yang ada. Alhasil panitia pelaksana berbaik hati akan menyedikan alat saya yang masih belum lengkap.
Sekitar
pukul 11.00 Wita saya diantar ke bandara untuk menuju Kota Metropolitan Jakarta. Setibanya di Ibu kota, saya langsung menghubungi senior
untuk menanyakan rute yang harus saya lewati. Tujuan selanjutnya adalah
terminal Kampung Rambutan. Selama 1 jam perjalanan
saya duduk di dalam bus damri sambil memandangi kota dengan tingkat kemacetan tertinggi
itu.
Sesampainya
di terminal Kampung Rambutan, saya mulai antri untuk turun mengikuti penumpang lain
yang nampaknya sudah akrab dengan keadaan kota ini. Masih
di dalam bus, saya merasa ada sesuatu yang janggal dengan keadaan terminal ini. Banyak
lelaki berkumis yang memegang rokok sambil melihat dan
menunggu tepat di depan pintu penumpang yang keluar dari bus yang
saya tumpangi ini. Ternyata mereka adalah calo yang sedang mencari
mangsa.
Begitu keluar dari bus saya langsung didekati salah seorang diantara
mereka. “mau kemana dek?” tanya calo, “nggak pak, sudah ada
yang jemput” jawab saya sambil mengangkat carier sesuai arahan dari Bang
Kebo. Ya, sebelumnya saya memang sudah dibekali cara untuk menghindar dari para calo.
Sambil berjalan mencari bus tujuan Ciamis, saya terus didekati beberapa calo
secara bergantian. Mulai dari pendekatan secara halus,
bahkan sampai
ada yang menggengam tangan saya.
Akhirnya
bus yang saya tumpangi berangkat meninggalkan terminal Kampung
Rambutan menuju
Ciamis pukul 18.00 Wib. Selama 6 jam saya duduk dan tertidur di
bus sebelum akhirnya tiba di
Ciamis pukul
00.00 Wib. Saya dijemput salah seorang panitia
kemudian diantar ke sekretariat Galuh Mahasiswa Pencinta Alam (Gamapala). Rasa lelah yang tak
tertahankan memaksa mata saya langsung terpejam.
Pukul 06.30 Wib semua peserta dibangunkan untuk bersiap sebelum melakukan registrasi dan kemudian mengikuti acara pembukaan. Saya bertemu peserta lain dengan gaya
bahasa dan asal yang berbeda, membuat saya sedikit canggung untuk memulai
percakapan. Saya duduk dan mulai memperkenalkan diri, ternyata tidak
sesulit seperti yang saya bayangkan. Keakraban sangat mudah dijalin karena mengacu pada Kode Etik Pencinta Alam nomor
3 yang intinya “Sesama Pencinta Alam adalah Saudara”.
Pembukaan
dimulai, saya dan seorang peserta yang
berasal dari Padang mendapat kehormatan mewakili peserta lain untuk menerima helm dan headlamp dari
Rektor Universitas Negeri Galuh (Unigal) secara simbolis yang
sekaligus
membuka jalannya kegiatan.
Setelah pembukaan kami diarahkan untuk mengikuti
materi pertama yang berlangsung hingga sore hari. Pukul 19.00 Wib kami
berangkat menuju Kawasan Kars Parigi, Pangandaran, Jawa Barat. Perjalanan selama kurang lebih
3 jam ini hanya kami lewatkan dengan tidur di bus.
Kegiatan
berlanjut pada esok harinya, peserta bangun pukul 06.00 Wib untuk bersiap melaksanakan olahraga, sarapan dan kemudian melanjutkan materi. Siang harinya kami
mengunjungi 1 gua dan dilanjutkan dengan mendata informasi dari warga
mengenai keberadaan gua di daerah tersebut secara berkelompok. Ternyata gua di Kawasan Kars Parigi
memiliki banyak mitos yang sampai sekarang masih menjadi
kepercayaan warga. Mulai dari telapak kaki raksasa, permandian penari ronggeng dan masih banyak
lainnya.
Setelah
mendapatkan data, kami menyamakan data yang diperoleh dari berbagai
kelompok. Lalu siang yang panas kami lalui dengan makan dan mengikuti
materi kembali sampai matahari terbenam.
Malam hari kami disibukkan dengan belajar 1 materi
penutup KD (kursus dasar) yang dilanjutkan dengan ujian untuk melanjutkan ke
tahap selanjutnya esok hari yaitu KL (kursus Lanjutan). Dengan menjawab seluruh
rangkaian pertanyaan ujian tertulis kami menyelesaikan malam itu.
Ayam berkokok diiringi dengan kedatangan panitia
menghampiri peserta yang mengawali pagi kami. Rutinitas masih sama dengan pagi
sebelumnya yang menjadi agenda wajib sebelum kami mengikuti materi. Materi
dilanjutkan, mulai dari pengenalan alat, rigging sampai cave mapping
kami pelajari sampai siang hari, lalu dilanjutkan dengan simulasi di pohon
tentang lintasan memasuki gua dengan 1 tali. Dimulai dari deviasi, intermediet
sampai lintasan sambung kami pelajari sampai matahari terbenam.
Kami istirahat mandi dan makan sekitar 30 menit,
kemudian malamnya belajar mengenai manajemen ekspedisi gua kemudian dilanjutkan
dengan evaluasi materi yang telah kami dapatkan selama 1 hari dan istirahat
malam menjadi aktivitas terakhir kami hari itu.
Rasa kantuk masih tersisa saat matahari mulai
menampakkan dirinya. Kami menjalani aktivitas wajib kami pagi hari yang tak
bisa dihindari. Materi biospeleologi menjadi pengantar materi pagi itu.
Dilanjutkan materi dan simulasi yang sangat penting saat penelusuran gua yaitu vertical
rescue, awal mempelajari terlihat sulit tapi lama kelamaan akhirnya bisa
menerapkan pada simulasi pagi itu.
Kami mendapat waktu 30 menit untuk makan siang dan
istirahat sejenak. Kegiatan kami lanjutkan dengan aplikasi mapping &
rigging. Sebelum Aplikasi mapping peserta melakukan pembagian
kelompok. Hujan gerimis mengantar kami ke 2 gua yang akan kami petakan dan
lokasi pinggiran gua untuk belajar aplikasi rigging.
Menjelang hari gelap kami kembali ke basecamp dan
istirah lalu makan malam, kemudian dilanjutkan lagi dengan belajar materi
pengolahan data mapping. Setelah mendapat materi kami langsung aplikasi
mengolah data dari 2 gua yang kami petakan. Pengolahan data kami lakukan sampai
selesai walaupun sudah memasuki waktu istirahat.
Mata merah dan terasa seperti gaya gravitasi bumi
sangat besar sehingga membuat sulit untuk bangun. Panitia yang tak mau kalah
pun terus berusaha membangunkan peserta. Tidak ada alasan untuk bermalas -
malasan, akhirnya kegiatan pagi yang sama seperti biasa kami jalani.
Mengunjungi sungai yang langsung menuju gua menjadi aktivitas kami selanjutnya.
Tentu pengalaman baru yang saya dapatkan. Berenang dengan pelampung menelusuri
gua sungguh mengasyikkan.
Ditambah suguhan pemandangan ornamen - ornamen gua
yang mengesankan tak terkatakan indahnya. Dengan dipandu instruktur kami terus
memasuki gua tersebut, masih dengan atribut lengkap termasuk sepatu boat yang
masih dikenakan tak menyulitkan kami untuk berenang. Situasi kali ini tidak
terlalu tegang tapi tetap serius, sedikit seperti kunjungan wisata membuat
peserta asyik melakukan hal yang disukai.
Sampai pada sebuah batu, tempat yang cukup untuk
seorang peserta berdiri dan melompat ke air. Terjadi begitu cepat, lalu dia
dimarahi salah seorang instruktur sembil memberikan sedikit “sentuhan di
kepala” karena terlalu asyik. Dia hanya terdiam, sambil kebingungan dia
mengatakan kepada saya kalau sebelah sepatu boatnya hilang. “sepatu boat gue
hilang sebelah pas”, ungkap Bocel sambil terus mencari sepatunya di air.
Sampai kami keluar gua dia masih belum menemukan
sepatunya yang akhirnya menjadi bahan tertawaan peserta yang lain. Tak terasa
matahari sudah sampai di atas kepala, kami harus istirahat dan makan siang.
Lalu kami menuju gua vertikal untuk mengaplikasikan materi dan melihat biota -
biota yang ada dalam gua tersebut. Proses penelusuran gua berlangsung lama
karena hanya memakai 3 lintasan dan kondisi gua yang cukup curam.
Sungguh gua yang indah, walaupun dengan ketinggian
sekitar 60 meter tidak membuat saya gentar untuk memasukinya. Ini merupakan
pengalaman pertama saya memasuki gua vertikal. Gelap dan pengap, itulah suasana
di dalam gua tersebut. Sungguh seperti dunia kedua, kelelawar yang keluar dari
dalam gua serta cahaya yang datang dari atas seperti yang acap kali saya lihat
di Televisi. Terlalu asyik menikmati keindahan gua, tak terasa gelap telah
datang. Bulan pun menampakkan dirinya seakan menyuruh kami untuk kembali ke basecamp.
Kami pun kembali ke basecamp lalu istirahat
karena besok adalah ujian terakhir dari proses KDKL ini.
Matahari tanpa malu datang menggantikan sang bulan
dan kami pun terbangun seakan ada panggilan dari hati untuk bangun karena akan
melakukan test akhir. Tidak seperti biasanya yang mengharuskan panitia
memaksa kami bangun, hehehe.
Siap tidak siap saya dan peserta lain akan melakukan
ujian, mulai dari ujian lisan, mempraktikkan vertical rescue, membuat
simpul dengan mata tertutup, memasang alat SRT (Single Rope Technic)
dengan mata tertutup, sampai melewati lintasan dengan mata tertutup dan semua
tahapan masing - masing diberi waktu.
Saya pun mengawali ujian dengan ujian lisan, dengan
yakin saya menjawab pertanyaan yang diberikan oleh instruktur dan itu berjalan
dengan baik. Lalu saya lanjutkan dengan membuat simpul dengan mata tertutup,
beberapa simpul berhasil saya buat
dengan rapi dan ada pula simpul yang memang berhasil saya buat tetapi tidak
rapi. Itu menjadi pertanyaan pada diri saya sendiri. Kenapa saya sangat sulit
untuk rapi?
Ujian pun saya lanjutkan dengan memasang alat SRT
dibadan dengan mata tertutup. Ini pun berhasil saya lakukan tetapi melewati
waktu yang telah ditentukan. Lalu saya melanjutkan dengan melewati 3 lintasan
dengan mata tertutup.
Hanya observasi dan mengingat - ingat yang menjadi
persiapan saya untuk mulai melewati 3 lintasan yang sudah ditentukan oleh
panitia penguji. Setelah melewati lintasan untuk naik, saya ingin mengganti
alat naik dengan alat turun tapi itu sangat sulit ditambah lagi dengan mata
tertutup. Sekitar 18 menit saya tergantung diatas sampai akhirnya turun lagi
kebawah.
Lintasan kedua pun sama halnya dengan lintasan
pertama tetapi lebih cepat sedikit dan masih melewati waktu yang telah
ditentukan. Lintasan ketiga mengalami kemajuan waktu sedikit lebih cepat .
Beruntunglah ada kemajuan walaupun masih melewati waktu yang ditentukan.
Dan yang terakhir yaitu vertical rescue. Saya
mencari teman yang berat badan tidak jauh berbeda dengan saya supaya bila
diangkat tidak terlalu berat. Alhasil semua ujian pun sudah selesai
dilaksanakan dan hasilnya dipublikasikan keesokan harinya.
Menjelang maghrib kami kembali ke sekretariat
Gamapala untuk beristirahat.
Keesokan harinya hasil ujian pun ditempel di
dinding. Ternyata ada 5 peserta yang tidak lulus akan tetapi masih bisa
mengikuti ujian ulang ditempat asalnya. Dengan rasa sedikit takut saya melihat
hasil, beruntunglah saya hari itu karena saya lulus ujian dan mendapat
sertifikat kegiatan sebagai tanda kelulusan.
Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi saya, karena
tidak sia - sia perjuangan mulai dari menghampiri satpam yang tengah berjaga
diwaktu subuh, menghindari calo yang tidak terhitung jumlahnya sampai
tergantung di atas tali dalam waktu yang lama. Hehehe
Siang harinya entah kenapa saya tiba-tiba demam dan
saat itu pula teman-teman Gamapala mengajak untuk rafting disungai.
Sangat menyesal rasanya karena pengalaman rafting pertama saya sirna
begitu saja, saat itu saya hanya bisa memaki dalam hati.
Keesokan harinya saya berangkat menuju Bandung untuk
bertemu Ale (saudara satu angkatan saya di Mapala Cadas.Com) yang baru saja
mengikuti kegiatan Pelatihan Panjat Tebing. Setelah berpamitan, saya diantar
oleh salah satu anggota Gamapala ke terminal.
Sekitar 4 jam perjalanan dari Ciamis menuju Bandung
dan saya hanya sendiri. Dalam perjalanan ini banyak pengamen yang silih
berganti masuk ke dalam bus. Awalnya saya kasihan tapi lama kelamaan saya
berfikir karena sudah terlalu banyak yang dikasihani. “tidak ada pekerjaan lain
atau memang malas” ungkap saya dalam hati.
Akhirnya saya sampai di terminal Caheum, Bandung.
Mengingat waktu di Jakarta, saya was - was ketika turun dari bus. Takut
“dikeroyok” calo lagi. hehehe. Beruntunglah tidak ada orang yang sama
seperti di Ibu kota. Saya menghubungi Ale dan menanyakan angkutan apa yang
harus ditumpangi untuk menuju tempat dia saat itu.
Melanjutkan kembali perjalanan dengan angkot
sekitar 25 menit, akhirnya saya sampai di Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI). Dengan senyum, lelaki berambut keriting itu menghampiri dan menyalami
saya. “Akhirnya ketemu juga kita ya pas” ungkap Ale sambil memperhatikan saya.
Kami pun beranjak menuju sekretariat Jantera (Mapala Jurusan Geografi) UPI.
Selama 4 hari kami beraktifitas di Jantera. Bercanda
dan berbagai ilmu itu yang menjadi rutinitas kami setiap hari. Saya belajar
navigasi dan pemetaan pada mereka. Ternyata mereka sangat mahir, apalagi
pemetaan yang memang bagian dari navigasi menjadi salah satu mata kuliah pada
jurusan mereka. “ini kamu belajar cuma 1 hari aja, kalau kami belajar aplikasi
ini sampai 1 semester” kata bang Acil yang saat itu mengajari saya.
Dihari ke-4 kami pun beranjak menuju Surabaya untuk
kembali ke Balikpapan. Berjam-jam kami di dalam bus dan kembali banyak pengamen
yang bergantian masuk ke dalam bus. Ada 1 pengamen yang masih saya ingat kata -
katanya pada saat mengawali nyanyiannya. “maklum pak, buk, Bandung kota besar
penganggurannya juga besar”. Seolah menggambarkan keluhannya pada saat itu.
Akhirnya kami sampai di terminal Surabaya. Cuaca
panas menyambut kedatangan kami. Lalu kami mencari bus menuju pelabuhan Tanjung
Perak. Setelah mendapatkan bus, kami naik bus tersebut dan lagi - lagi kami
disambut oleh pengamen di dalam bus.
Akhirnya kami sampai di pelabuhan. Keadaan di
pelabuhan hampir serupa seperti di Jakarta. Kami diajak naik ojek untuk masuk
ke dalam pelabuhan. “jauh dek pelabuhannya, naik ojek aja” kata pria bertopi
(tukang ojek). Kami pun cuek dan masuk kedalam pelabuhan. Dan ternyata dekat
tidak sejauh apa yang dikatakan tukang ojek tadi.
Kami mencari truk yang bertujuan ke Balikpapan untuk
menumpang dengan harapan ongkos lebih murah. Setelah bertanya kepada beberapa
supir, akhirnya kami mencapai kesepakatan harga dengan seorang supir. Tapi
keberangkatan kapal menuju Balikpapan itu keesokan harinya.
Kami mencari tempat untuk menginap sementara, coba
menghubungi salah seorang senior yang kebetulan berdomisili di Surabaya, akan
tetapi dia sedang diluar kota. Beruntung saya punya teman KDKL yang
sekretariatnya di Surabaya. Akhiranya saya menghubungi teman saya tersebut dan
kami pun dijemput dan diajak menuju sekretariat Himpunan Mahasiswa Pencinta
Alam (Himapala) Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Bersyukur menjadi mapala,
disetiap tempat memiliki saudara.
Keesokan harinya kami berangkat menuju pelabuhan
diantar dua orang anggota Himapala Unesa. Setibanya di pelabuhan, kami langsung
mencari supir dan truk yang akan kami tumpangi. Beruntunglah sang supir belum
masuk ke dalam kapal karena kami lupa meminta kontak supir tersebut.
Sambil menunggu keberangkatan kami banyak bercerita
dengan sang supir. Tua dan berpengalaman, banyak nasehat yang diberikan kepada
kami. “Jangan sombong kalau sudah jadi orang besar nanti, nggak ada
gunanya sombong” salah satu nasehat yang diberikan kepada saya dan Ale.
Sekitar pukul 23.00 Wib kapal berangkat. Perjalanan
menuju Balikpapan menempuh waktu 2 hari. Rasa bosan di dalam kapal akhirnya
usai setelah kapal berhenti mengarungi lautan. Kami tiba di Kota Minyak dan
langsung dijemput oleh 2 saudara di Mapala Cadas.Com, Gajah dan Bang Obor yang
sebelumnya sudah kami hubungi.
Pengalaman yang mengasyikan dan ilmu yang baru pasti
tidak saya lupakan. Memang satu kesempatan yang didapat secara tidak terencana.
Betul kata pepatah kesempatan yang sama tidak akan pernah datang untuk kedua
kalinya.
Oleh : Jonri Panggabean "Lepas"
NTA.CC.09.16.068
Tidak ada komentar:
Posting Komentar