Rabu, 15 Januari 2014

Terdesak, Pesut Berenang di Sekitar Tambang

Pengrusakan Lingkungan Masih Jadi Ancaman Terbesar Teluk Balikpapan

Minggu, pagi rombongan berhasil memergoki perilaku unik seekor satwa langka Teluk Balikpapan, Pesut (Orcaella Brevirostris) yang tengah bersiap menyelam ke dalam sungai di dekat aktifitas Pertambangan di Sungai Riko, Teluk Balikpapan.

Miris, Habitat Pesut tak jauh dari akifitas manusia bahkan tambang


Tak kurang dari 5 menit rombongan yang berjumlah 4 orang terdiri dari unsur Wahana Pencinta PesisirLaut (Wapella) dan Mahasiswa Pencinta Alam Cadas.Com Sekolah Tinggi Teknologi Migas (STTMigas), menyusuri Sungai yang berada di tengah-tengah wilayah Balikpapan-Penajam Paser Utara (PPU) tersebut. Saat mencoba mengitari jantung sungai Riko, tampak Zain, motorist yang memimpin rombongan mengamati area sekitar untuk melihat potensi kemunculan pesut.
Ternyata naluri si Motorist cukup jeli melihat peluang pesut, mesin perahu tua yang berkekuatan 24 PK yang digunakan pada 6 tahun terakhir tersebut segera dimatikan. Seketika keadaan pun menjadi hening.
Byurr,  mendengar ada pergerakan di air, tiba-tiba rombongan dikagetkan dengan teriakkan salah seorang rombongan anggota Wapella, Karnilla Willard sembari menunjuk ke tengah sungai yang tak jauh dari tongkang yang bersandar di area pertambangan.

Bermula dengan tanda-tanda seperti munculnya ombak-ombak kecil hingga suara-suara khas dari Pesut, yang bersumber dari mulut pesut.  Sekitar 2-3 kelompok besar lumba-lumba air tawar tersebut bermunculan satu per satu ke permukaan air untuk menghirup oksigen dan sekitar 5 menit kemudian kembali menyelam ke dalam sungai, begitu pun seterusnya.

Namun dalam moment kali ini cukup aneh, titik kemunculan pesut sendiri ditemukan tak kurang  50 meter dari aktifitas perusahaan Batu Bara yang ada di jantung sungai tersebut. Saat itu, sedang ada pemindahan Batu Bara ke dalam ponton yang sudah bersandar.

Secepat kilat, upaya untuk mengabadikan moment tersebut dilakukan,  mengingat kata Karnilla, hal ini jarang terjadi. “Biasanya pesut hanya muncul di tempat yang sepi, jauh dari aktifitas manusia, entah mungkin terdesak dengan aktifitas yang semakin ramai disana” ungkapnya.

Dijelaskan oleh wanita yang juga menjabat sebagai dosen itu, pesut cenderung berpindah-pindah secara berkelompok maupun individu guna mencari makan. Dan dalam prosesnya kerap terbagi dalam kelompok yang cukup besar maupun yang kecil.

“Biasanya untuk jumlah pesut pada kelompok kecil berjumlah 3-4 ekor dan yang besar, hingga 10-12 ekor. Itu (Sungai Riko) tadi merupakan kelompok kecil,” jelasnya.

Tak cukup sampai disana, saat matahari tepat diatas kepala rombongan bergegas menuju Muara Tempadung. Kabarnya di daerah yang dinamai Padang Lamun, yang berdekatan dengan pembangunan Jembatan Pulau Balang mempunyai populasi karang laut yang besar dan banyak. 

“Dan itu menjadi rumah bagi ikan-ikan kecil, sehingga hampir setiap kunjungan kesini selalu dapat melihat Pesut,” tambah Karnilla. 

Namun, kini dari informasi yang didapat kondisi karang yang ada sudah banyak yang mati. “Sudah banyak karang yang tertutup lumpur akibar dari Sedimentasi,” tuturnya.

Soal Pesut, tak meleset perkiraan, rombongan mendapati sekira 3-4 rombongan besar bahkan mencoba mengitari perahu yang rombongan tumpangi, jika tak disapu oleh ombak dari perahu nelayan yang melintas.

Namun, berbeda dengan Sungai Riko, yang cenderung sepi dan juga, disini cukup tinggi tingkat aktifitasnya, mengingat posisi muara tempadung sendiri cukup strategis untuk menghubungkan aliran-aliran sungai yang ada di Teluk Balikpapan.

Kemudian, usai dari Muara Tempadung rombongan pun melanjutkan rute perjalanan menuju Pulau 1 dan pulau 2 serta beristirahat sejenak di daerah Pulau Rayap.  Sepanjang menuju menuju lokasi yang membelah dua sungai besar, rombongan disugguhi, eksotisme hutan Mangrove (Primer) yang masih sangat alami.
Sembari mencoba peruntungan untuk bertemu dengan satwa lainnya seperti Bekantan, Penyu ataupun sekedar melihat Buaya berjemur rombongan beristirahat sejenak untuk menyantap makan siang.

Memang, dalam proses untuk melihat pesut kali ini terbilang mudah, mengingat pra pengamatan sendiri sudah menyesuaikan dengan idealnya waktu kemunculan pesut Di penghujung ataupun awal tahun saat mendekati bulan penuh (Purnama), merupakan kesempatan yang tepat untuk menyaksikan perilaku satwa langka yang kini sudah mulai sulit di temui. 

Kondisi air pada saat bulan penuh sedang mengalami masa tenang yang masyarakat sekitar biasa menyebutnya “Air Konda”.  Dimana ketika saat air tenang  pasokan makanan pokok pesut yakni ikan-ikan kecil sangat mudah ditemui.

“Pasang surut air laut sangat menentukan, ketika air sedang surut ikan akan pergi ke laut, begitu juga ketika air sedang pasang ikan-ikan kecil sangat sulit ditemui. Berbeda saat air tenang ikan dipastikan lebih mudah ditemui,” Tambah Zain, Motorist Kapal.

Sehingga bisa disimpulkan kemunculan pesut sendiri ditentukan dari berbagai aspek seperti Pasang-Surut Air laut, Tinggi Rendahnya Air Laut maupun kondisi cuaca sekitar.

Tampak, Sungai Riko pagi itu ramai oleh aktifitas kapal-kapal besar, tongkang  yang berlalu lalang untuk menunjang kegiatan industri dan pertambangan sekitar.

Meski diketahui di sungai yang merupakan habitat, juga salah satu area termudah untuk dapat menjumpai pesut selain di sekitar Muara Tempadung. Hingga kini area tersebut masih bebas tanpa ada semacam upaya yang mengikat, maupun ditetapkan sebagai area konservasi. 

Dikatakan oleh Cally Chaniago, hal itu lah yang membuat pengrusakan lingkungan di Teluk Balikpapan masih rawan terjadi. “Harapan kedepannya semisal upaya mengenalkan potensi Teluk Balikpapan sehingga menjadi daya tarik sendiri dari sisi konservasi lingkungan, wisata maupun kehidupan masyarakat sekitar,” ungkapnya.


Sementara untuk memulai kunjungan ke Teluk Balikpapan sendiri diketahui bisa ditempuh melalui dermaga Kampung Baru Tengah, Ujung maupun kawasan Mangrove Center Kilometer 5, Kariangau. Beberapa satwa langka dapat ditemui disini seperti Pesut, Dugong, Bekantan, Penyu Buaya Muara juga beragam jenis Mangrove hingga Terumbu Karang.

Dari data yang ditemukan, populasi hewan yang masuk dalam golongan mamalia air tawar itu tersisa sekitar 70 ekor, jumlahnya terus menyusut setiap tahunnya akibat dari  beberapa faktor pengrusakan lingkungan yang berujung terjadinya Sedimentasi, Pencemaran Lingkungan maupun Penggundulan lahan akibat dari aktifitas industri dan pertambangan di wilayah itu.

“Pada intinya bencana terbesar yang mengancam pesut yakni kehabisan sumber makanan utama yakni ikan-ikan kecil yang habitatnya rusak. Hal itu berujung pada putusnya rantai makanan yang akan berimbas bagi satwa lain yang ada disana,” jelas Karnila Wilard.

Tidak seperti di Negara-negara besar lainnya, yakni Jepang yang marak akan aktifitas pemburuan pesut hingga pola konsumtif masyarakatnya yang mempengaruhi kelangsungan hewan tersebut. Namun  justru yang terjadi di Indonesia ancaman terbesar bagi golongan mamalia tersebut ialah pengrusakan lingkungan.

Seperti keberadaan satwa langka Pesut yang kondisinya terus tersudutkan akibat efek yang diberikan oleh aktifitas industri dan pertambangan di sekitar Teluk Balikpapan, Penajam Paser Utara (PPU).  Sementara, diketahui untuk Balikpapan sendiri sudah berkomitmen untuk melarang segala aktifitas pertambangan Batu Bara.


Created : Tirus (NTA.CC.05.043)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar