Pengrusakan
Lingkungan Masih Jadi Ancaman Terbesar Teluk Balikpapan
Minggu, pagi rombongan berhasil memergoki perilaku unik seekor satwa langka
Teluk Balikpapan, Pesut (Orcaella Brevirostris) yang tengah bersiap
menyelam ke dalam sungai di dekat aktifitas Pertambangan di Sungai Riko, Teluk
Balikpapan.
Tak kurang dari 5 menit rombongan
yang berjumlah 4 orang terdiri dari unsur Wahana Pencinta PesisirLaut (Wapella)
dan Mahasiswa Pencinta Alam Cadas.Com Sekolah Tinggi Teknologi Migas (STTMigas), menyusuri Sungai yang berada di tengah-tengah wilayah Balikpapan-Penajam
Paser Utara (PPU) tersebut. Saat mencoba mengitari jantung
sungai Riko, tampak Zain, motorist yang memimpin rombongan mengamati area
sekitar untuk melihat potensi kemunculan pesut.
|
Ternyata naluri si Motorist cukup jeli melihat peluang
pesut, mesin perahu tua yang berkekuatan 24 PK yang digunakan pada 6 tahun
terakhir tersebut segera dimatikan. Seketika keadaan pun menjadi hening.
Byurr, mendengar ada pergerakan di air, tiba-tiba
rombongan dikagetkan dengan teriakkan salah seorang rombongan anggota Wapella,
Karnilla Willard sembari menunjuk ke tengah sungai yang tak jauh dari tongkang
yang bersandar di area pertambangan.
Bermula dengan tanda-tanda seperti munculnya ombak-ombak
kecil hingga suara-suara khas dari Pesut, yang bersumber dari mulut
pesut. Sekitar 2-3 kelompok besar lumba-lumba air tawar tersebut
bermunculan satu per satu ke permukaan air untuk menghirup oksigen dan sekitar
5 menit kemudian kembali menyelam ke dalam sungai, begitu pun seterusnya.
Namun dalam moment kali ini cukup aneh, titik
kemunculan pesut sendiri ditemukan tak kurang 50 meter dari aktifitas
perusahaan Batu Bara yang ada di jantung sungai tersebut. Saat itu, sedang ada
pemindahan Batu Bara ke dalam ponton yang sudah bersandar.
Secepat kilat, upaya untuk mengabadikan moment
tersebut dilakukan, mengingat kata Karnilla, hal ini jarang terjadi.
“Biasanya pesut hanya muncul di tempat yang sepi, jauh dari aktifitas manusia,
entah mungkin terdesak dengan aktifitas yang semakin ramai disana” ungkapnya.
Dijelaskan oleh wanita yang juga menjabat sebagai
dosen itu, pesut cenderung berpindah-pindah secara berkelompok maupun individu
guna mencari makan. Dan dalam prosesnya kerap terbagi dalam kelompok yang cukup
besar maupun yang kecil.
“Biasanya untuk jumlah pesut pada kelompok kecil
berjumlah 3-4 ekor dan yang besar, hingga 10-12 ekor. Itu (Sungai Riko) tadi
merupakan kelompok kecil,” jelasnya.
Tak cukup sampai disana, saat matahari tepat diatas
kepala rombongan bergegas menuju Muara Tempadung. Kabarnya di daerah yang
dinamai Padang Lamun, yang berdekatan dengan pembangunan Jembatan Pulau Balang
mempunyai populasi karang laut yang besar dan banyak.
“Dan itu menjadi rumah bagi ikan-ikan kecil, sehingga
hampir setiap kunjungan kesini selalu dapat melihat Pesut,” tambah
Karnilla.
Namun, kini dari informasi yang didapat kondisi karang
yang ada sudah banyak yang mati. “Sudah banyak karang yang tertutup lumpur
akibar dari Sedimentasi,” tuturnya.
Soal Pesut, tak meleset perkiraan, rombongan mendapati
sekira 3-4 rombongan besar bahkan mencoba mengitari perahu yang rombongan
tumpangi, jika tak disapu oleh ombak dari perahu nelayan yang melintas.
Namun, berbeda dengan Sungai Riko, yang cenderung sepi dan juga, disini
cukup tinggi tingkat aktifitasnya, mengingat posisi muara tempadung sendiri
cukup strategis untuk menghubungkan aliran-aliran sungai yang ada di Teluk
Balikpapan.
Kemudian, usai dari Muara Tempadung rombongan pun
melanjutkan rute perjalanan menuju Pulau 1 dan pulau 2 serta beristirahat
sejenak di daerah Pulau Rayap. Sepanjang menuju menuju lokasi yang
membelah dua sungai besar, rombongan disugguhi, eksotisme hutan Mangrove
(Primer) yang masih sangat alami.
Sembari mencoba peruntungan untuk bertemu dengan satwa
lainnya seperti Bekantan, Penyu ataupun sekedar melihat Buaya berjemur
rombongan beristirahat sejenak untuk menyantap makan siang.
Memang, dalam proses untuk melihat pesut kali ini terbilang mudah,
mengingat pra pengamatan sendiri sudah menyesuaikan dengan idealnya waktu
kemunculan pesut Di penghujung ataupun awal tahun saat mendekati bulan penuh
(Purnama), merupakan kesempatan yang tepat untuk menyaksikan perilaku satwa
langka yang kini sudah mulai sulit di temui.
Kondisi air pada saat bulan penuh sedang mengalami
masa tenang yang masyarakat sekitar biasa menyebutnya “Air Konda”. Dimana
ketika saat air tenang pasokan makanan pokok pesut yakni ikan-ikan kecil
sangat mudah ditemui.
“Pasang surut air laut sangat menentukan, ketika air
sedang surut ikan akan pergi ke laut, begitu juga ketika air sedang pasang
ikan-ikan kecil sangat sulit ditemui. Berbeda saat air tenang ikan dipastikan
lebih mudah ditemui,” Tambah Zain, Motorist Kapal.
Sehingga bisa disimpulkan kemunculan pesut sendiri
ditentukan dari berbagai aspek seperti Pasang-Surut Air laut, Tinggi Rendahnya
Air Laut maupun kondisi cuaca sekitar.
Tampak, Sungai Riko pagi itu ramai oleh aktifitas
kapal-kapal besar, tongkang yang berlalu lalang untuk menunjang kegiatan
industri dan pertambangan sekitar.
Meski diketahui di sungai yang merupakan habitat, juga
salah satu area termudah untuk dapat menjumpai pesut selain di sekitar Muara
Tempadung. Hingga kini area tersebut masih bebas tanpa ada semacam upaya yang
mengikat, maupun ditetapkan sebagai area konservasi.
Dikatakan oleh Cally Chaniago, hal itu lah yang
membuat pengrusakan lingkungan di Teluk Balikpapan masih rawan terjadi.
“Harapan kedepannya semisal upaya mengenalkan potensi Teluk Balikpapan sehingga
menjadi daya tarik sendiri dari sisi konservasi lingkungan, wisata maupun
kehidupan masyarakat sekitar,” ungkapnya.
Sementara untuk memulai kunjungan ke Teluk Balikpapan sendiri diketahui bisa
ditempuh melalui dermaga Kampung Baru Tengah, Ujung maupun kawasan Mangrove
Center Kilometer 5, Kariangau. Beberapa satwa langka dapat ditemui disini
seperti Pesut, Dugong, Bekantan, Penyu Buaya Muara juga beragam jenis Mangrove
hingga Terumbu Karang.
Dari data yang ditemukan, populasi hewan yang masuk dalam golongan mamalia
air tawar itu tersisa sekitar 70 ekor, jumlahnya terus menyusut setiap tahunnya
akibat dari beberapa faktor pengrusakan lingkungan yang berujung
terjadinya Sedimentasi, Pencemaran Lingkungan maupun Penggundulan lahan akibat
dari aktifitas industri dan pertambangan di wilayah itu.
“Pada intinya bencana terbesar yang mengancam pesut
yakni kehabisan sumber makanan utama yakni ikan-ikan kecil yang habitatnya
rusak. Hal itu berujung pada putusnya rantai makanan yang akan berimbas bagi
satwa lain yang ada disana,” jelas Karnila Wilard.
Tidak seperti di Negara-negara besar lainnya, yakni Jepang yang marak akan
aktifitas pemburuan pesut hingga pola konsumtif masyarakatnya yang mempengaruhi
kelangsungan hewan tersebut. Namun justru
yang terjadi di Indonesia ancaman terbesar bagi golongan mamalia tersebut ialah
pengrusakan lingkungan.
Seperti keberadaan satwa langka Pesut yang kondisinya terus tersudutkan
akibat efek yang diberikan oleh aktifitas industri dan pertambangan di sekitar
Teluk Balikpapan, Penajam Paser Utara (PPU). Sementara, diketahui untuk Balikpapan sendiri sudah berkomitmen untuk
melarang segala aktifitas pertambangan Batu Bara.
Created : Tirus (NTA.CC.05.043)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar