Rabu, 31 Oktober 2018

Titipan Ayah

Empu, dengan nama asli Nathania Rahmawati Sutrisno. Mahasiswa baru di kampus merah. Seorang gadis berdarah Jawa yang besar di Sangatta. Sekilas tidak ada yang menarik. Tapi kalau mendengar kisahnya selama PDCA mungkin akan menjadi sedikit menarik. 


Pendidikan Dasar Cinta Alam yang dihelat pada 1 sampai 7 Oktober di Desa Kasungai, Batu Soppang, telah berlalu sekitar satu minggu. Para anggota muda dan panitia kembali ke rutinitas mahasiswa dan mengejar tugas-tugas yang tertinggal. Termasuk juga Empu. 

Selama pendidikan, Empu bukan tipe perempuan yang banyak mencuri perhatian. Awalnya begitu, namun pada hari ke-4, namanya sontak jadi perbincangan panitia PDCA. Dan cukup membuat panitia sedikit panik. Bagaimana tidak, saat dewi malam sedang kebagian jatah shift ia harus dilarikan ke klinik. Menyusuri sungai dengan ketinting dengan rasa sakit yang bersarang di kaki akibat sengatan lipan. Tanpa ditahan, air matanya jatuh, melebur menjadi satu dengan Sungai Kandilo. 

Setelah mendapat suntikan, Empu dibawa ke rumah Pak RT yang mendadak menjadi penampungan sementara untuknya dan beberapa panitia yang ikut menemani.  Sekitar dua hari berdiam diri tanpa mengikuti rangkaian PDCA, Empu akhirnya kembali masuk pada hari ke-enam dengan keadaan yang belum pulih total. Dan bertahan sampai hari terakhir. 

Tidak sampai disitu, perjalanan pulang ternyata tidak semulus yang dibayangkan. Selain omprengan yang agak sulit didapatkan, saat menuju Balikpapan, di daerah Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara, mobil yang ditumpangi Empu dan saudaranya yang lain mengalami kecelakaan. 

Adegan yang biasa dia lihat di televisi kini dirasakannya. Selain itu, Patin yang menemani juga tak kalah syok karena duduk berdampingan dengan supir. “Asli, aku sudah bayangin itu kaca pecah terus kena ke mukaku,” ujarnya, saat tiba di Pelabuhan Penajam setelah menjadi saksi di hadapan polisi. Untung, semua keadaan anggota baik-baik dan tidak ada korban terluka dari kecelakaan tersebut. 

Empu, saat tes wawancara mengatakan bahwa ayahnya lah yang merekomendasikan untuk bergabung dengan Mapala. Empu sendiri berasal dari kata per-empu-an. Diberikan oleh Bang Obor. Dengan filosofi bahwa empu adalah sosok perempuan yang lemah lembut layaknya seorang ibu. Kuat namun juga penuh kasih. Selamat berproses Empu. Kisahmu sudah ditulis, maka kobarkan lagi semangatmu. Ingat pesan ayah untuk belajar di sini. Di Mapala bersama kami dan saudara-saudaramu yang lain. Angkatan 13 sang Arbonem Spem. 11 orang yang kelak akan menjadi pohon-pohon kuat. Buktikan, kalau kisah kalian akan lebih banyak lagi kedepannya. 



Febbyan Awalia (Ruzun)
NTA.CC.10.16.074

1 komentar:

  1. Jujur ini kisah seru sekali, saya terbayang bagaimana paniknya panitia dan peserta...
    Tapi ada banyak pesan untuk dipelajari dari kejadian ini
    Terutama dalam hal ngompreng berjamaah....
    Karena resiko tidak tau kapan datangnya, next untuk panitia, persiapan matang dalam hal transportasi, karena ini menyangkut juga dengan organisasi jika ada kejadian ygvtidak di inginkan

    Salam
    Cc.01.07.007

    BalasHapus