Minggu, 06 April 2014

Di Arab, Cabut Pohon Denda Rp. 9 juta

Saat hujan serta tanah subur yang melimpah ruah di sebagian besar negara, keberadaan ruang terbuka hijau di beberapa negara beriklim gurun yang wilayahnya sebagian besar terdiri atas gurun pasir sangat diperjuangkan.

Seperti di Saudi Arabia yang berkomitmen melakukan gerakan penghijauan secara "sentral" di dataran yang dikenal tandus dan gersang tersebut.

Bahkan untuk mendukung hal itu negara dengan sistem Kerajaan tak tanggung-tanggung untuk menerapkan sanksi berupa materi kepada siapa saja yang mengancam keberadaan pohon.

“Ya, bagi para pencabut pohon disini jika ketahuan akan kena Dam (Denda) sebesar 3000 Riyal (Rp. 9 Juta), cukup tegas hukum yang berlaku disini “ ungkap Nurcholis,  salah seorang WNI yang menetap di negara beriklim gurun yang curah hujannya sangat rendah itu.
Hal itu cukup menjadi pusat perhatian peserta tour dan wisata spiritual di Mekkah kala itu, sembari memperhatikan  keadaan lingkungan sekitar yang mulai terlihat Hijau dan Asri.

Dikatakan bila puluhan tahun lalu kawasan kota Mekkah gersang dan tandus, namun yang nampak sekarang kawasan yang cukup asri dan hijau untuk ukuran kota di gurun pasir.


Di Padang Arafah misalnya, meski jika mencapai puncaknya suhu disana bisa mencapai sekitar 40 derajat lebih, penghijauan pepohonan yang digagas oleh Insinyur Soekarno tersebut cukup ampuh melindungi diri dari sengatan matahari langsung. Serta menambah pasokan oksigen dan kesejukan disana.

“Saking susahnya merawat serta menumbuhkan pepohonan disini, diterapkan lah peraturan tersebut," jelas Nurcholis yang telah menetap sekitar 13 tahun di tanah arab.

Dalam perjalanan saya sempat menemui beberapa fakta unik seperti pohon yang dinamai Soekarno, di titik penghijauan yang ada di sepanjang jalur di padang arafah. Diketahui, pohon-pohon besar berjenis pohon teduh disana merupakan inisiasi dari Soekarno, bapak Proklamator Indonesia.

Hal itu dilakukan mengingat saat Soekarno beribadah haji, layaknya jemaah lainnya dirinya merasa keadaan Padang Arafah terlalu panas, sehingga dirinya langsung menggagas wacana penghijauan kepada Raja Arab Saudi kala itu. Hingga berujung dengan dikirimnya beberapa bibit jenis pohon Mimba dan Mindi berikut beberapa tenaga ahli Kehutanan Indonesia. 

Dan sekarang pohon tersebut tampak cukup rimbun serta siap menjadi peneduh agar bagi jamaah haji guna menambah kekhusyukan ibadahnya.

Tidak sampai disitu, ditambahkan oleh dia, pemerintah setempat cukup Intensif melakukan perawatan dan penanaman beragam  tanaman hias seperti bunga di median jalan, pohon kurma dan beragam  tanaman di iklim gurun seperti kaktus dan sebagainya.

Diketahui untuk menemukan sumber air di tanah Arab memang terbilang sangat sulit, namun dengan metode pemetaan lahan dengan mencari maupun mengamati lahan sekitar yang tumbuh tanaman baik secara liar atau ditanam menandakan bahwa di tempat tersebut terdapat mata air.

Beda jika sebuah kawasan yang dikhususkan untuk perkebunan kurma, membutuhkan distribusi air dalam jumlah besar. Tak heran pula untuk memasok kebutuhan air di lahan kering ini pemerintah setempat menggunakan sistem Irigasi (pengairan) dengan memompa air dan mengalirkannya ke tanaman-tanaman dengan perantaraan pipa-pipa kecil. Dengan jarak tanaman yang bervariasi sistem ini biasanya mengaliri air dua kali dalam sehari pagi dan petang selama tak kurang 10 menit.

Cukup lengkap, pepohonan subur di tengah kawasan tandus dengan kolaborasi antara sinar matahari yang cukup dan juga rutinitas penyiraman nya.

Diluar perkiraan, bisa dibayangkan, betapa panjangnya proses untuk menjaga sang pelindung bumi itu di negara yang dialiri oleh sungai tersebut. Dan bagaimana di Indonesia di negeri gemah ripah lah jinawai yang bisa dibilang tanah surga mengingat sebagian besar jenis tumbuhan bisa tumbuh subur.
Alangkah baiknya, jika kita bisa mengambil pembelajaran bagaimana sebuah negeri tandus yang menghargai
betapa pentingnya sang penopang kehidupan tersebut.  

Created : Tirus (NTA.CC.05.11.043)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar